RESUME BUKU FIQH POLITIK
RESUME
BUKU FIQH POLITIK HASAN AL-BANNA
Oleh
:
Ivo
Rahmadini Lubis
Calon
Peserta Daurah Marhalah 2 KAMMDA Pekanbaru
Fiqh dalam istilah syara’
adalah menggali hukum-hukum syara’
yang praktis dari dalil-dalil yang rinci. Sedangkan kata politik dalam bahasa
arab diambilkan dari kata “saa-saa.”
Bentuk fa’ilnya adalah “saa-is” dan bentuk mashdarnya adalah “siyasah”
yang berarti pemeliharaan. Arti dari kalimat “saa-sa al-umata” adalah memperhatikan urusan umat. Sedangkan kata “siyasi” atau “politikus” adalah orang
yang memperhatikan dan memahami urusan-urusan umat secara mendalam serta menyelesaikannya
dengan pendapat-pendapat atau pemikiran-pemikiran yang benar. Fiqh politik adalah pemahaman yang
mendalam tentang urusan-urusan umat baik internal maupun eksternal, mengelola
urusan-urusan umat ini serta memeliharanya sesuai dengan hukum syari’at dan
petunjuk-petunjuknya.
Politik
syar’i adalah politik yang membawa seluruh umat manusia kepada
ketentuan-ketentuan syari’at. Politik tidak syar’i atau politik konvensional,
adalah politik yang membawa manusia kepada ketentuan-ketentuan pandangan
manusia yang diterjemahkan ke dalam undang-undang dasar konvensional, hukum
konvensional sebagai ganti dari syari’at islam. Politik yang menolak visi
politik syar’i adalah politik yang tidak memiliki agama dan politik yang tidak
memiliki agama adalah politik jahiliyyah.
Sumber
fiqh politik menurut Hasan Al-Bana adalah al-quran, sunnah Rasulullah saw dan
kitab-kitab fiqh. Di dalam al-qur’an terdapat ayat-ayat yang memberikan
penjelasan mengenai hukum, pemerintahan, orang-orang yang memerintah, berlaku
adil dalam memerintah, sikap taat jundi kepada qiyadah, prinsip musyawarah,
dll. Melalui sunnah Rasulullah saw juga dapat diketahui hadist-hadist mengenai
urusan-urusan politik dan ekonomi .
Islam
adalah agama universal yang meliputi semua urusan kehidupan. Setiap gerakan
islam yang menjauhkan poitik dari cita-citanya tidak tepat dikatakan sebagai
gerakan islam dengan pemahaman yang universal terhadap ajaran agama ini. Bahkan
dalam sebuah forum Hasan Al-Banna mengatakan, “.... seorang muslim tidak akan
sempurna agamanya kecuali jika ia menjadi politikus, memiliki pandangan yang
jauh tentang problematika uatnya, memperhatikan urusan-urusan mereka dan
bersedia membantu mencari jalan keluarnya. ... Maka kepada setiap organisasi
islam agar menjadikan prioritas programnya adalah memperhatikan urusan politik
umat islam. Kalau tidak maka ia sendiri perlu untuk memahami kembali akan makna
Islam.”
Hasan
Al-Banna menyadari dan selalu mengingatkan umat Islam akan adanya serangan
secara membabi buta dari Barat terhadap agama ini dengan cara membuat berbagai
opini yang jelek atau memberikan pemahaman terhadap agama Islam sesuai dengan
pemahaman kolonialisme, yaitu dengan memberikan gambaran bahwa Islam adalah
agama ibadah yang tidak ada hubungannya dengan pemerintahan, kekuatan,
kesiagaan, politik dan jihad. Islam tidak menuntut kepada para pemeluknya untuk
membela tanah air mereka dan membebaskan tanah air mereka dari orang-orang yang
merampasnya.
Hal
yang sangat disayangkan adalah karena pemahaman yang dikehendaki oleh
musuh-musuh Islam baik kaum kolonialis maupun yang lain ini telah tersebar pada
sebagian besar umat Islam bahkan sampai kepada orang-orang terpandang seperti
ulama sehingga mereka menerima dan tunduk terhadap bangsa kafir yang menjajah
mereka. Mereka menafikan adanya kewajiban umat Islam untuk mendirikan imamah
dan pemerintahan. Sebenarnya dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw banyak
dalil yang mewajibkan imamah tersebut. Diantaranya QS. An-Nisa : 59 dan 83.
Sebagaimana diketahui bahwa yang dimaksud dengan kata “Ulil Amri” dalam kedua
ayat tersebut di atas adalah para pemimpin seperti seorang imam (yaitu presiden
atau khalifah). Peran dan tugas Hasan Al-Banna adalah menjelaskan agama Islam
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah kepada manusia yaitu Islam yang menjadi
aqidah, syari’at, dan sistem kehidupan.
Hasan
Al-Banna menjelaskan tentang orang yang berpendapat bahwa agama Islam ini tidak
menyinggung urusan politik atau menyatakan bahwa politik tidak menjadi salah
satu ajarannya, maka ia telah menganiaya dirinya sendiri dan pengetahuannya ini
telah menganiaya agama Islam. Saya tidak mengatakan bahwa agama Islam
mengajarkan kezaliman, tetapu Islam dalah syari’at Allah yang tidak ada
kebatilan sedikitpun.
“Wahai
kaumku, kami menyerukan kepada kalian. Al-Qur’an diletakkan di sebelah kanan
kita dan sunnah Rasulullah saw diletakkan di sebelah kiri kita. Perilaku salaf
yang shahih dari generasi umat ini adalah teladan kita. Kami mengajak kalian
kepada Al-Islam. Kepada ajaran-ajaran agama Islam. Kepada hukum-hukum Islam dan
kepada petunjuk agama Islam. Semua ini adalah bagian dari politik dan ini
adalah politik kami. Dan jika orang yang mengajak kalian kepada dasar- dasar
seperti ini disebut sebagai seorang politikus maka kami adalah orang yang
paling berpengalaman dalam berpolitik. Dalam agama Islam diajarkan, tentang
politik yang membawa kepada kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Itu
adalah politik kami dan kami tidak akan mencari jalan yang lain. Berpolitiklah
kalian. Ajaklah orang lain kepada politik maka kalian akan menemukan kemuliaan
akhirat dan kalian akan mengetahui cerita yang sebenarnya kelak di kemudian
hari.” (Hasan Al-Banna dalam “Ila Ay Syai’in Nad’u An-Nas”)
Hasan
Al-Banna meminta kepada aparat di negara-negara Arab, para raja, presiden dan
pangeran agar menerapkan hukum dan syari’at. Ia mengajukan tuntutan- tuntutan
politik secara detail. Tuntutan tersebut meliputi bidang politik, ekonomi,
sosial dan pengetahuan.
Dalam
bab pemerintahan Islam dijelaskan mengenai pengertian pemerintahan Islam,
urgensi pemerintahan dalam Islam, fungsi pemerintahan dan hak-hak pemerintahan.
Pemerintahan Islam adalah pemerintah yang terdiri dari pejabat-pejabat
pemerintah yang beragama Islam, melaksanakan kewajiban-kewajiban agama Islam
dan tidak melakukan maksiat secara terang-terangan, melaksanakan hukum-hukum
dan ajaran agama Islam.
Islam
tidak dapat direalisasikan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah swt kecuali
jika ada pemerintahan yang menerapkan hukum-hukumnya dalam semua bidang
kehidupan politik, ekonomi, peradilan, hubungan internasional maupun yang lain.
Kewajiban menjalankan Islam dengan kaffah inilah yang menjadikan pemerintahan
menjadi wajib. Hasan Al-Banna juga menjelaskan, “agama Islam yang hanif
mewajibkan tegaknya kaidah sistem sosial yang dibawa oleh agama ini kepada
manusia. Islam tidak mengakui terjadinya situasi kacau dan tidak membenarkan
jama’ah umat Islam tidak memiliki seorang imam (pemimpin).
Dalam
dakwahnya Hasan Al-Banna menerapkan sistem bertahap. Tahapan akhir dari
dakwahnya ini adalah merubah kondisi jahiliyah dan menciptakan kehidupan yang
Islami. Terdapat tiga tahapan yaitu pengenalan (ta’rif), pembinaan (takwin) dan
pelaksanaan. Pada hakekatnya tahapan-tahapan ini adalah tahapan-tahapan yang
telah ditempuh oleh Rasulullah saw dalam dakwah pertamanya kemudian diikuti
oleh para sahabatnya. Tahapan-tahapan tersebut memerlukan waktu yang panjang,
kesabaran dan ketabahan. Sikap yang paling berbahaya adalah sikap tergesa-gesa
dan ceroboh, sikap spekulatif dan tidak melakukan studi atau perhitungan
terhadap kondisi di sekitarnya sehingga akan menjadi hancur dan menghancurkan
setiap orang yang berada di sekitarnya.
Hasan
Al-Banna berpendapat bahwa kemungkaran harus diubah dengan kekuatan (tangan)
lisan dan hati. Ia melakukan perubahan terhadap kemungkaran ini dengan lisan
semenjak ia masih kecil dan begitu seterusnya hingga ia mendirikan jama’ah ini.
Sedangkan pendapatnya untuk mengubah kemungkaran dengan tangan seperti
menghancurkan tempat-tempat khamr, praktek-praktek hedonisme yang bertentangan
dengan hukum-hukum Islam maka pendapatnya ini dapat disimpulkan bahwa
pemerintah seharusnya memperhatikan perasaan umat Islam.
Hasan
Al-Banna berpendapat bahwa undang-undang konvensional yang menyelisihi
hukum-hukum syari’at adalah undang-undang yang batal dan tidak boleh bagi seorang
muslim untuk menerimanya. Tidak boleh bagi seorang Muslim untuk berlindung
kepadanya atau untuk melaksanakan keputusan-keputusannya. Ikhwanul muslimin
sama sekali tidak setuju dengan undang-undang ini. Ikhwanul Muslimin tidak rela
dan akan berbuat dengan berbagai cara untuk menggantikannya dengan
perundang-undangan Islam yang adil dan mulia.
Tidak
diragukan lagi bagi undang-undang dasar adalah konstitusi yang menjelaskan tentang
bentuk negara, sistem pemerintahan, hak-hak rakyat, hubungan antara negara dak
rakyat, tiga lembaga negara yaitu lembaga eksekutif, lembaga legislatif dan
lembaga yudikatif serta wewenang setiap lembaga tersebut. Undang-undang dasar
juga menjelaskan tentang bentuk sistem ekonomi yang mengatur masalah-masalah
ekonomi dan keuangan. Penjelasan ini dilakukan melalui pasal-pasal dalam
undang-undang yang harus dipatuhi oeh semua orang. “Al-Qur’an adalah
undang-undang dasar kami” yaitu yang mengatur semua urusan kehidupan kami baik
dalam masalah aqidah, syari’at, maupun sistem kehidupan. Oleh karena itu maka
undang-undang konvensional yang bertentangan dengan Al-Qur’an baik bertentangan
secara mutlak maupun secara parsial tidak boleh dijadikan sebagai undang-undang
dasar yang diterima dalam pandangan Hasan Al-Banna.
Hasan
Al-Banna menyebutkan disini adalah bahwa undang-undang dasar konvensional baik
di Mesir maupun yang lain adalah bukan undang-undang Ikhwanul Muslimin. Ia
mengkritik undang-undang dasar tersebut baik dari segi formatnya, ketidakjelasannya,
penetapan hukumnya dan kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan tersebut. Hasan
Al-Banna juga mengkritik undang-undang dasar Mesir dari segi penerapan praktis.
Sedangkan mengenai sistem pemilihan seperti yang ditetapkan dalam undang-undang
dasar maka Hasan Al-Banna berpendapat, sebagaimana pendapatnya para pakar hukum
konstitusi, bahwa sistem pemilihan tidak dapat mencapai tujuan seperti yang
diharapkan. Pemilihan ini telah menghasilkan sebuah lembaga yang tidak dapat merealisasikan
tujuan dari pemilihan itu secara maksimal di samping juga tidak merepresentasikan
umat secara sah dan tidak sampai kepada pembentukan lembaga yang bekerja untuk
kepentingan rakyat yang netral dari ikatan-ikatan.
Mengenai
ahlul hali wal aqdi, istilah ini sudah dikenal dalam kitab-kitab fiqh politik
maupun kitab-kitab fiqh secara umum. Mereka adalah yang dimintai pendapatnya
tentang problematika-problematika umat dan diselesaikan dengan suara mufakat
atau atas dasar suara mayoritas. Mereka tidak dipilih berdasarkan nama-nama mereka
namun berdasarkan sifat-sifat mereka.
Hasan
al-banna memilih sistem pemilihan untuk memilih anggota syuro atau ahli hali
wal aqdi. Sistem ini tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam maupun
hukum-hukumnya bahkan sesuai dengan kaidah-kaidah tersebut. Sistem ini juga
merupakan penerapan yang sebenarnya bagi sistem syuro dalam arti yang
seluas-luasnya. Namun demikian, Hasan Al-Banna mengkritik pemilihan yang
dilakukan di Mesir sebab mereka yang dipilih tidak mencerminkan kehendak umat.
Hal ini disebabkan oleh lembaga pemilihan itu sendiri dan ketidakmampuannya
untuk memilih orang-orang yang berkompeten. Dan juga disebabkan oleh
ketidakmampuan para calon anggota legislatif dan meluasnya praktek kecurangan,
suap, dan money politic.
Saran
yang diberikan Hasan Al-Banna untuk perbaikan sistem pemilihan yaitu:
1.
Membuat
syarat-syarat bagi para calon anggota legislatif
2.
Membuat
rambu-rambu kampanye untuk pemilu dan menjatuhkan hukuman kepada orang-orang
yang melanggar rambu-rambu tersebut.
3.
Memperbaiki
jadwal-jadwal pemilihan dan mengharuskan kepada rakyat untuk memberikan
suaranya.
4.
Menjatuhkan
hukuman yang berat terhadap bentuk-bentuk kecurangan dan kepada orang-orang
yang memberikan uang suap dalam pemilihan.
5.
Pemilihan
dilakukan berdasarkan daftar dan bukan pemilihan individu agar para anggota
legislatif terbebas dari tekanan para pemilihnya dan agar kepentingan umum
dapat menggantikan kepentingan pribadi ketika menilai para wakil anggota
legislatif atau yang berhubungan dengan mereka.
Mengenai
persoalan wanita dan perannya dalam politik, umat Islam sudah terkena fitnah
yang disebarkan oleh Barat. Hasan Al-Banna menolak pemikiran yang mengeluarkan
perempuan dari tugas rumah tangga menuju tempat-tempat umum meskipun dengan
mengorbankan pendidikan anak-anaknya. Islam telah memberikan keluasan kepada
kaum perempuan untuk melakukan aktivitas-aktivitas politik bahkan juga militer.
Mereka berhak untuk menentukan sikap politik mereka sendiri, mempropagandakan
sikap-sikap tersebut dan mengajak orang lain agar mengikuti sikap-sikap mereka
tersebut. Hasan Al-Banna mengambil hukum ini dari dalil-dalil Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah. Kaum perempuan telah ikut membai’at Rasulullah saw dalam
bai’at Aqabah pertama dan bai’at Aqabah kedua. Mereka juga ikut membai’at
Rasulullah saw dalam bai’at al-hudaibiyah ketika Rasulullah saw memutuskan
untuk menyerang penduduk Makkah dan memasuki Kota Makkah dengan kekuatan
setelah tersebar berita dianiayanya utusan sekaligus mantunya yaitu Usman bin
Affan oleh orang-orang musyrik.
Kaum
perempuan juga aktif menyebarkan pemikiran-pemikiran dan dakwah kepada kaum
perempuan yang lain dalam bentuk amal dakwah. Kaum perempuan juga diperbolehkan
melakukan amar makruf nahi mungkar kepada orang-orang yang melakukan
perbuatan-perbuatan mungkar baik dilakukan oleh seorang kepala pemerintahan
atau yang lain. Perempuan juga diizinkan untuk menuntut hak-hak mereka baik
melalui lembaga peradilan maupun selain lembaga peradilan.
Pendapat
Hasan Al-Banna mengenai hukum-hukum Islam dalam masalah hak-hak kaum perempuan
:
1.
Islam telah
mengangkat derajat kaum perempuan
2.
Islam membedakan
hak-hak laki-laki dan perempuan
3.
Terdapat daya
tarik menarik antara laki-laki dan perempuan sesuai fitrah
Hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat diantaranya:
1.
Perempuan harus
dididik agar akhlaknya menjadi lembut dan terhadap keutamaan dan kesempurnaan
jiwa sejak masa tumbuhnya. Pendidikan bagi perempuan adalah kewajiban yang
harus dipenuhi ayahnya atau walinya.
2.
Memisahkan
antara laki-laki dan perempuan.
Semua ini
dimaksudkan agar laki-laki terhindar dari fitnah perempuan. Dan sebaliknya agar
perempuan terhindar dari fitnah laki-laki.
Islam
melarang kaum perempuan untuk melakukan aktifitas-aktifitas publik. Apabila
terpaksa dan harus bekerja dikarenakan alasan kekurangan materi atau karena ada
keperluan lain maka ia diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan itu dengan
beberapa syarat. Pekerjaan itu harus dinyatakan sebagai kondisi darurat dan
kondisi darurat itu sesuai dengan kadarnya. Perempuan tidak boleh meninggalkan
kewajiban utamanya sebagai pendidik generasi sesuai dengan ajaran agama Islam.
Islam
memandang kepada non muslim sesuai dengan sikap mereka terhadap umat Islam.
Apabila mereka bersikap dengan damai, menepati kewajiban-kewajiban mereka
terhadap umat Islam dan tidak membantu musuh-musuh Islam maka umat Islam wajib
untuk bersikap baik terhadap mereka, melindungi mereka dan menjaga jiwa mereka,
harta mereka, dan kehormatan mereka.
Diantara
fiqh Hasan Al-Banna adalah diperbolehkannya bagi pemerintah Islam untuk meminta
bantuan kepada non Muslim tetapi dengan dua syarat,
1.
Dalam keadaan
darurat.
2.
Tidak pada
jabatan-jabatan publik
Jabatan-jabatan
pada urusan publik ini sangat banyak seperti peradilan baik peradilan hisbah,
peradilan madhalim maupun peradilan sengketa, anggota ahli hali wal aqdi yang
diantara anggotanya adalah seorang khalifah dan orang-orang yang memilih
khalifa. Demikian pula para gubernur di daerah, jabatan untuk urusan sholat,
urusan haji, urusan kharaj, urusan jihad, urusan sedekah, urusan fai dan
ghanimah, kementrian tafwidh dan jabatan-jabatan pada urusan publik yang lain.
Yang dimaksud dalam kondisi darurat
adalah kepentingan-kepentingan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia dan untuk merealisasikan maksud-maksud syari’at dalam menjaga lima
dasar yaitu menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga harta, menjaga keturunan, dan
menjaga akal manusia. Tidak terpenuhinya kepentingan-kepentingan ini
menyebabkan kemustahilan untuk mewujudkan kehidupan manusia seperti yang
dikehendaki oleh Allah. Dzat yang Maha Bijaksana. Hal itu akan membawa
kehidupan kepada kondisi kacau, tidak stabil, saling membunuh, menghilangkan
nyawa manusia dan mengalirkan darah.
Apabila dalam negara Islam terjadi
kekosongan sebuah jabatan yang sangat penting dan tidak ada diantara umat Islam
yang mengisi kekosongan itu sedangkan dari selain umat Islam terdapat orang
yang mampu untuk mengisinya atau memperbaikinya maka dalam hal ini dibolehkan untuk
meminta bantuan dari selain umat Islam sebab termasuk dalam kondisi darurat.
to be continued ...
Komentar
Posting Komentar
Komentarlah dengan hal-hal yang positif :D