Sirah Shahabiyah - Khadijah ra (1)

Identitas Khadijah ra.

Dia adalah Ummul Mukminin dan wanita paling agung sejagat raya pada masanya. DIa adalah Ummu Al-Qasim binti Khuwailid bin Asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushai bin Kilab. Dia adalah ibu kandung dari putra putri Rasulullah saw. Orang pertama yang beriman kepada beliau dan percaya kepada risalahnya.
Keutamaan-keutamaan Khadijah ra sangat banyak, karena ia termasuk dari sedikit sekali wanita yang sempurna. Khadijah ra. memiliki pemikiran yang matang, terhormat, taat agama, pandai menjaga kehormatan, dan dermawan, serta salah seorang yang dijamin masuk surge. Nabi saw. sering memujinya dan menganggapnya lebih utama dari seluruh istri-istrinya. Diantara keutamaan-keutamaan Khadijah ra. adalah ia menjadi istri pertama Rasulullah saw., dan member keturunan kepada beliau. Nabis saw. tidak menikah dengan wanita lain selama Khadijah ra. masih hidup dan tidak pula memiliki budak wanita hingga Khadijah ra. meninggal dunia. Khadijah rela mengorbankan hartanya untuk membiayai kehidupan beliau, sementara beliau sendiri mengendalikan perniagaannya.
Az-Zubair bin Bakkar berkata, "Pada masa jahiliah, Khadijah dijuluki Ath-Thahirah (wanita suci). Ibunya bernama Fatimah binti Za'idah Al-'Amiriyah. Khadijah pernah beberapa kali menikah. Suami pertamanya adalah Abu Halah bin Zurarah At-Tamimi. Setelah meninggal, ia menikah lagi dengan 'Atiq bin 'Abid bin 'Abdullah bin Umar bin Makhzum. Kemudian menikah dengan Nabi saw. yang kala itu berusia 25 tahun, sedangkan Khadijah lebih tua 15 tahun darinya. Khadijah lahir di Ummul Qura (Makkah), sekkitar 15 tahun sebelum tahun Gajah.

Sebuah Renungan Jiwa
Khadijah ra. pemilik hati yang bersih dan jiwa yang ridha, sedang merenungkan perjalanan hidupnya selama ini. Meskipun dia terbilang wanita yang sangat sukses (atas karunia Allah) dalam bidang perniagaan. Satu kafilah dagang Khadijah yang dikirim ke Syams setara dengan konsorsium beberapa kafilah dagang Quraisy. Meski demikian, dia tidak merasa bahagia, karena hatinya sangat mendambakan bekal yang menjadi sumber kehidupan hati setiap insan (yakni bekal iman yang kemudian dibawa Nabi saw.)
Selain itu, Khadijah mengalami sandungan yang cukup berat dalam kehidupan rumah tangganya, padahal ia berharap dapat membangun rumah tangga yang agung. Keluarga yang dibangun dengan pengorbanan, kasih sayang, kedermawanan, dan pemberian.
Khadijah pernah menikah dengan Abu Halah bin Zurarah At-Tamimi dan berusaha agar suaminya menjadi orang terhormat di tengah-tengah kaumnya. Akan tetapi, ajal memupus harapannya itu. Abu Halah meninggal setelah memberinya putera, Hindun.
Beberapa saat kemudian, ia menikah dengan seorang pembesar Quraisy yang bernama 'Atiq bin 'Abid bin Abdullah Al-Makhzumi. Namun, pernikahan itu ppun tidak berlangsung lama. Setelah itu, Khadijah yang saat itu sudah terbilang pemuka wanita Quraisy, menjalani kehidupannya seorang diri, tanpa didampingi oleh suami. Padahal, banyak sekali pemuka Quraisy yang menambatkan harapan untuk mempersuntingnya. Akan tetapi, di lubuk hatinya yang paling dalam, Khadijah merasakan takdir sedang menyembunyikan peristiwa besar baginya. Sehingga dia dapat melupakan kesedihan-kesedihannya di masa lalu dan menumbuhkan rasa bahagia di dalam hatinya.

Mimpi Memeluk Bintang

Khadijah ra. adalah seorang wanita yang gigih, memiliki semangat tinggi, berwawasan luas, dan suka dengan nilai-nilai religious, kebersihan, dan kesucian. Karena itu ia dikenal dikalangan wanita Quraisy
dengan julukan Ath-Thahirah (wanita suci). Dengan sifat ini, ia berada di garis depan orang-orang yang mendambakan keagungan.
Khadijah sering mendengar penuturan sepupunya, Waraqah bin Naufal, tentang kisah para nabi dan agama. Dalam kondisi seperti itu, angan-angannya melambung ke angkasa keutamaan dan kebaikan yang sangat jarang dilakukan oleh siapapun yang hidup pada masa itu.
Pada suatu malam, ketika bintang-bintang seakan-akan enggan menampakkan dirinya dan gelap gulita menyelimuti dunia, Khadijah duduk di dalam rumahnya setelah thawaf beberapa putaran di sekeliling Ka’bah. Lalu ia beranjak menuju peraduannya dengan rasa puas dan seuntai senyum yang menghiasi bibirnya. Ia tidak pernah tahu, apa yang sebenarnya sedang tersembunyi di balik
perasaannya itu. Tidak lama kemudian, dirinya telah terbuai dalam tidur yang tenang.
Di dalam tidurnya, Khadijah bermimpi ada matahari besar yang turun perlahan dari langit kota Makkah dan berhenti tepat di atas rumahnya. Seluruh sudut ruangan yang ada di rumahnya diterangi dengan sinar yang indah. Sinar yang memancar dan menerangi segala sesuatu yang ada di sekitarnya, sehingga ia menyenangkan hati sebelum menyenangkan mata setiap orang yang memandangnya.
Khadijah terkejut dan terbangun. Pandangannya menyapu setiap sudut rumahnya, tapi ternyata malam masih menyelimuti bumi dngan pekat gulitanya dan menutupi setiap benda yang ada di atasnya. Hanya saja, cahaya terang yang ia lihat begitu indah dalam mimpinya tetap memenuhi perasaannya dan memancar di dalam lubuk hatinya.
Besoknya, ketika malam sudah berganti pagi, Khadijah meninggalkan rumah di bawah curahan matahari yang baru menyingsing, dan bergegas menuju rumah sepupunya, Waraqah bin Naufal. Ia berharap dapat menemukan penafsiran atas mimpi indah yang dialaminya malam tadi. Khadijah langsung masuk ke rumah Waraqah dan mendapatinya sedang membaca lembaran-lembaran kitab suci yang sangat dia sukai dan selalu ia baca setiap pagi dan sore. Ketika ia mendengar suara Khadijah, Waraqah menyambutnya dan berkata dengan sedikit rasa kaget, “Apakah benar itu Khadijah, sang wanita suci?” Khadijah menjawab, “Ya, Benar.” Waraqah bertanya  lagi, “Apa yang membuatm datang kesini sepagi ini?”
Khadijah duduk lalu menceritakan apa yang dilihatnya dalam mimpi dengan pelan-pelan. Sedangkan Waraqah mendengarkan dengan seksama, sehingga ia lupa dengan lembaran-lembaran kitab suci yang ada di tangannya. Waraqah merasakan ada suatu kekuatan yang menarik perasaannya, sehingga ia terus mendengar penuturan Khadijah tentang mimpinya hingga selesai.
Setelah mendengar penuturan Khadijah, roman wajah Waraqah menyiratkan rasa bahagia dan seuntai senyum menghiasi bibirnya seraya berkata kepada Khadijah dengan suara yang tenang dan berwibawa, “Berbahagialah wahai sepupuku. Seandainya Allah benar-benar membuat mimpimu menjadi kenyataan, maka cahaya kenabian akan masuk ke rumahmu. Dan darinya, akan terpancar cahaya risalah nabi terakhir.”
Sejak itu, Khadijah menjalani hari-harinya dengan penuh cita-cita dan diliputi semerbak mimpi yang dialaminya. Ia sangat berharap mimpinya menjadi kenyataan, menjadi sumber kebaikan bagi manusia, dan sumber cahaya yang menerangi dunia. Khadiijah memiliki kebesaran hati yang menjadi sumber berbagai kebaikan dan pikirannya yang tajam dapat menguasai setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan dapat beradaptasi dengan baik dengannya.
Jika ada seorang tokoh Quraisy yang datang dan melamarnya, maka Khadijah akan mepertimbangkannya sesuai dengan standar mimpi yang dialaminya itu ditambah dengan penafsiran yang diberikan oleh sepupunya yang kharismatik. Akan tetapi, hingga saat itu, sifat-sifat nabi terakhir itu tidak terlihat pada orang-orang yang berusaha melamar dan mempersuntingnya. Oleh sebab itu, Khadijah menolak mereka dengan baik dan memberi alas an bahwa ia tidak ingin menikah lagi. Intuisi Khadijah merasakan bahwa takdir Allah sedang menyembunyikan sesuatu yang akan sangat membahagiakannya, tetapi dia tidak tahu apa bentuk kebahagiaan tersebut. Hanya saja, ia merasakan penantian tersebut member ketenangan tersendiri dalam hatinya.
(Sumber : 35 sirah shahabiyah , Mahmud Al-Mishri)

Komentar

Postingan Populer