MAKALAH DM2 PKU 2018



BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Jamaah Ikhwanul Muslimin didirikan oleh Asy-Syahid Hasan Al-Banna. Untuk mengawali makalah ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai perjalanan Hasan Al-Banna hingga mendirikan Ikhwanul Muslimin yang dikutip dari Shadiq Amin (2015). Al-Banna dilahirkan di Mahmudiyah, Mesir, pada tanggal 17 Oktober 1906 Masehi, atau tahun 1324 Hijriah. Al-Banna tumbuh di rumah yang berakar kuat dalam ilmu agama. Ini bukan sesuatu yang aneh karena ayahnya, Ahmad Abdurrahman Al-Banna pernah menyusun musnad Imam Ahmad dalam kategori fiqih, sehingga para penuntut ilmu dimudahkan untuk memanfaatkan warisan besar itu. Susunan buku tersebut terdiri dari 24 jilid. Buku Bada’i Al-Minan yang menghimpun dan menyusun musnad Imam Syafi’i dan As-Sunan, atau Minhah Al-Ma’Buud, yang menyusun musnad At-Thiyalasi Abu Daud. Ia dikenal dengan kezuhudannya yang tampak jelas ketika melihat Daar Al-Hadits, rumah tempat Hasan Al-Banna lahir dan tumbuh. Lantainya yang hingga saat ini adalah tanah dan juga kantornya yang terbuat dari kayu tanpa cat.
Hasan Al-Banna tumbuh dalam lingkungan tersebut. Kecintaannya kepada ilmu pengetahuan dan sifat zuhud beliau adalah karakter menonjol pada diri Hasan Al-Banna. Tanda kecerdasan juga tampak dalam dirinya sejak masih kecil. Ia mulai menghafal Al-Qur’an sejak masih belia dan menyempurnakan seluruh hafalannya saat semenjak balig.
Wajah Al-Banna tampak sedih dan risau. Dadanya bergejolak saat menyaksikan kondisi menyedihkan yang dialami kaum muslimin ketika itu. Ghirahnya yang tinggi terkadang mendorongnya untuk segera mengubah kemungkaran dengan tangannya sendiri. Ruh dan jiwanya menjadi bening dan bersih melalui amalan-amalan sunnah dan kebiasaannya melakukan amal islami sesuai kemampuannya sebagai seorang siswa. Ia mendirikan organisasi di sekolah yang ia beri nama “Muharabah Al-Munkar” (memerangi kemungkaran). Ia bertanggungjawab mengirim surat kepada sebagian orang dan menasehatinya (bila ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syari’at) tanpa menuliskan namanya dalam surat tersebut.
Hasan Al-Banna menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah dan berhasil masuk di peringkat lima besar diantara seluruh siswa Mesir. Ia melanjutkan pendidikannya di Daar Al-Ulum (Universitas Kairo) kemudian di sana lah ia menghafal 18.000 bait syair dan berhasil meraih ranking pertama di Daar Al-Ulum. Setelah lulus dari Daar Al-Ulum ia diangkat menjadi guru di salah satu sekolah di Ismailiyah. Pasukan Inggris berada di sana dan memenuhi tempat itu sehingga yang terlihat adalah gaya hidup ala Eropa. Kota itu terlihat seperti salah satu wilayah di kota London. Sebagian besar penduduk Ismailiyah adalah buruh perusahaan Terusan Suez milik Inggris.
Inggris yang saat itu menghinakan anak-anak negeri Mesir dan menganggap anak-anak itu tak lebih dari budak orang berkulit merah membuat Hasan Al-Banna merasa sedih. Ia melihat hedonisme, kerusakan dan penyimpangan yang melilit dunia Islam, khususnya Mesir terlebih pasca-kejatuhan Khilafah Islamiyah melalui tangan Mustafa Kamal At-Taturk pada tahun 1924. Ia menyaksikan bagaimana antusiasme orang-orang Barat untuk mencabut Islam dari akar kekuatannya dan menjauhkan eksistensinya dari tengah-tengah masyarakat.
Al-Banna menjalin hubungan dengan beberapa orang yang masih memiliki kecenderungan kepada kebaikan. Akhirnya ia berbai’at bersama dengan lima orang dari mereka yang tertarik dengan misi yang dibawanya. Yakni membentuk kelompok amal islami. Bahkan, mereka tidak harus mencari nama baru untuk kelompok tersebut dan menamakan diri mereka sebagai Al-Muslimun. Mereka akhirnya sepakat dan berkata, “Kami adalah Ikhwanul Muslimin.”
Al-Banna memulai dakwahnya di Ismailiyah dan dilimpahi keberkahan oleh Allah sehingga karyanya membuahkan hasil menggembirakan. Al-Banna dan lima orang temannya adalah pionir pertama dalam dakwah ini. Pada awalnya raja Mesir ketika itu, Faruq tidak pernah peduli dengan kelompok yang mulai muncul itu pun tidak menaruh perhatian pada Hasan Al-Banna yang seorang guru anak-anak.
Al-Banna pindah ke Kairo setelah aktivitas dakwahnya semakin padat dan mengalihkan Ismailiyah kepada para aktivis dakwah sebagai hadiah untuk Islam. Ia mendirikan kantor Ikhwan di Kairo dan mulai mengerahkan tenaga, aktivitas dan kehidupannya untuk memperkenalkan dakwah Islam di tengah manusia. Beliau memasuki perkampungan, mengelilingi kota Kairo, dan membuka cabang Ikhwan jika peluang itu ada. Sehingga dakwah yang ia gemakan selama beberapa tahun mulai terdengar dan terlihat oleh penduduk Mesir. Seruannya membuat putra-putra Mesir tertarik dan bergabung dengan dakwah ini. Pemerintah Mesir pun disergap rasa takut bila dakwah ini kian menyebar luas. Realitas itu mulai membuka lebar mata pemerintah Mesir. Mereka mengirimkan mata-mata untuk memantau aktivitas gerakan dakwah ini. Ada puluhan intelijen yang selalu mengikuti Al-Banna ke mana pun ia pergi.
Faruq dan Inggris mulai memikirkan masalah yang kian membesar di hadapan matanya. Khusunya setelah persenjataan yang dibawa Faruq untuk pasukan Mesir di Palestina ternyata sudah rusak. Ditambah lagi dengan terbongkarnya pengkhianatan negara Arab serta ketakutan Faruq jika pasukan Ikhwan yang berada di Palestina kembali ke Mesir. Muncullah beberapa gagasan busuk yang dapat dijadikan alasan untuk memberangus gerakan Islam diantaranya adalah kasus terbunuhnya dua Perdana Menteri: Ahmad Mahir dan An-Naqrasyi. Ikhwan dituduh sebagai pelaku kejahatan tersebut. Seluruh Ikhwan ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Yang tersisa di luar sana hanya Hasan Al-Banna, sebagai target pembunuhan berikutnya. Itu terjadi pad akhir tahun 1948, ketika Ikhwan sedang berada di percetakan mereka untuk menerbitkan kalender tahun baru dengan gambar Hasan Al-Banna.
Raja Faruq semakin murka ketika kalender itu tiba dihadapannya. Ia memanggil Hafizh Afifi dan Yusuf Rasyad yang merupakan kepala kantor kepolisian dan penasehat. Faruq menyatakan kepada keduanya bahwa Hasan Al-Banna ingin merebut kekuasaan Raja Mesir karenanya ia harus dibunuh.
Mahmud Abdul Majid mengirim lima orang intelijen untuk membunuh Al-Banna. Mereka berhasil memuntahkan peluru mematikan itu ke tubuhnya di dekat lapangan terbesar Kairo. Tepatnya di depan kantor Asy-Syubhan Al-Muslimun pada tanggal 12 Februari 1949 Masehi atau pada 1368 Hijriah. Tembakan itu melukai Hasan Al-Banna sehingga ia dibawa ke rumah sakit untuk diberi pertolongan. Namun, pihak ruah sakit menerima ancaman agar membiarkan Al-Banna menemui kematiannya. Ruh yang suci bersih itu akhirnya kembali ke hadirat Tuhannya setelah menunaikan amanah yang diembankan kepadanya yakni mengibarkan panji dakwah hingga napas terakhir. Dalam catatan Pengadilan Umum Mesir tahun 1952, dicatat bahwa terjadi pembunuhan pada hari Sabtu, 12 Februari 1949, pukul 20.00. Asy-Syahid Hasan Al-Banna menghembuskan nafas terakhir pada 00.30. Muhammad Washfi yang disuruh untuk membunuh Al-Banna oleh Faruq datang dan masuk ke ruang operasi. Washfi menyuruh setiap orang untuk keluar dari ruangan tersebut.
Empat orang wanita menshalatkan jenazah Imam Syahid Al-Banna bersama ayahnya yang sudah tua. Jenazahnya diusung keempat wanita tersebut melewati tank-tank militer di tengah suasana mencekam. Al-Banna pun dimakamkan dan kuburannya tetap dijaga ketat agar Ikhwan tidak keluar membawa jenazahnya untuk berdemonstrasi. Adapun yang tersisa bagi Faruq adalah pasukan Ikhwan yang masih berada di Palestina. Ia mengintruksikan pasukan Mesir yang berada di Palestina agar menangkap Ikhwan. Tank-tank militer pun mengarahkan tembakannya ke tangsi-tangsi Ikhwan dan memberi alternatif kepada mereka untuk melucuti senjata atau menyerahkan diri. Ikhwan pun memilih untuk menyerahkan diri karena ketakutan mereka pada neraka Jahannam apabila membunuh saudara sendiri sesama muslim. Mereka dipindahkan ke penjara-penjara atau dilemparkan ke balik lintasan kereta api.
Perang terhadap Ikhwan terus berlangsung di Mesir, bahkan di setiap tempat dan negara Arab. Semua itu ditujukan untuk mempersempit ruang gerak mereka dan memerangi seluruh aktivitas mereka. Ikhwan memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap wilayah-wilayah Islam. Realitas tersebut adalah:
1.      Munculnya harapan dalam hati kaum muslimin terhadap kemungkinan kembalinya pemerintahan Islam
2.      Ikhwan telah mempersembahkan keteladanan dari kalangan pemuda-pemuda Muslim setelah akal, ruh dan fisik mereka ditarbiyah.
3.      Pengaruh Ikhwan yang sangat besar terhadap gerakan pemikiran Islam.
4.      Menghidupkan kembali gagasan jihad dan mengingatkan masyarakat tentang hak-hak mereka yang dianiaya serta kemuliaan yang mereka renggut.
Melihat beragam penyiksaan kepada Ikhwanul Muslimin timbul pertanyaan apakah Ikhwan akan terus menghadapi pukulan dan merasakan penyiksaan tanpa mengadakan perlawanan? Untuk memulai tindakan balasan serangan terhadap musuh-musuh Allah itu harus memenuhi beberapa persyaratan kondisi yang menjadikannya laik dan sesuai. Usaha apapun sebelum terpenuhinya persyaratan itu tidak akan membawa kemaslahatan dakwah yang menjadi tujuan utama, dan tidak akan terhindarkan akibat-akibatnya.
            Keberadaan Ikhwanul Muslimin menjadi penting untuk dibahas karena kiprahnya yang luar biasa dalam menggelindingkan arus kebangkitan Islam abad 20. Diakui atau tidak, Ikhwan telah menjadi inspirator bagi komunitas Islam di berbagai belahan bumi untuk bangkit dari keterjajahan dan ketertindasan.
            Hasan Al-Banna menjelaskan tentang sikap politik Ikhwanul Muslimin dengan sangat tegas ketika mengatakan dalam sebuah tulisan yang berjudul “Kami dan Politik” dalam risalah Illa Ay Syai’in Nad’u An-Nas. Kemudian dalam strategi dakwah terdapat tiga tahapan dakwah yaitu ta’rif, takwin dan tanfiz yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam makalah ini.
B.  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana tahapan aktivitas dakwah Ikhwanul Muslimin?
C.  TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah, maka makalah ini bertujuan untuk mengetahui tahapan aktivitas dakwah Ikhwanul Muslimin.
D.  MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang ingin didapatkan melalui penulisan makalah ini ialah memahami teori tahapan aktivitas dakwah Ikhwanul Muslimin dalam menegakkan Daulah Islamiyah sehingga dapat diterapkan untuk gerakan Islam di Indonesia.







BAB II
PEMBAHASAN

A.  PANDANGAN JAMAAH IKHWANUL MUSLIMIN TERHADAP ISLAM
Ustadz Hasan Al-Banna berkata, “Demikianlah Ikhwan berinteraksi dengan kitabullah. Menjadikannya sebagai petunjuk sehingga mereka yakin bahwa Islam adalah agama yang mencakup makna integral dan komprehensif. Islam, harus mengarahkan seluruh sisi kehidupan manusia. Semuanya tersibghah dengan sibgah Islam. Membumi dalam bentuk aturan. Berjalan bersama kaidah dan ajaran-ajarannya, dan senantiasa bersandar padanya selama umat ini menghendaki dirinya menjadi muslim yang sejati.”
Beliau juga berkata, “Islam yang diyakini dan diimani oleh setiap ikhwan adalah Islam yang menjadikan pemerintahan sebagai pilar dari pilar-pilar kekuatannya dan bersandar pada pelaksanaannya sebagaimana ia bersandar di atas arahan dan bimbingannya. Kitab-kitab fiqih kita menganggap bahwa pemerintahan sebagai masalah akidah dan prinsip, bukan hanya bagian dari cabang fiqih.”
Kita menemukan bahwa pemisahan antara agama dan politik bukan dari ajaran Islam yang hanif, dan tidak diketahui oleh kaum muslimin yang mempercayai agama mereka dan memahami ruh dan ajarannya dengan baik. Ustadz Sayyid Quthb berkata, “Dan pilar yang bersifat teoritis di mana Islam tegak di atasnya sepanjang sejarah manusia, adalah pilar “La ilaha illallah”, atau mengesakan-Nya sebagai keyakinan dalam diri, ibadah dalam ritual, dan syari’at dalam realitas kehidupan.
Adapun arti pilar ini dari sisi teori adalah kembalinya kehidupan manusia secara menyeluruh kepada Allah. Mereka tidak tenggelam dalam urusan mereka dengan hukum yang mereka buat sendiri. Juga tidak pada satu sisi dari sisi kehidupan mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Tapi, semua itu harus kembali kepada hukum Allah agar mereka mengetahuinya.
B.  SARANA-SARANA DAKWAH IKHWAN
Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata, “Sesungguhnya, manhaj Ikhwanul Muslimin memiliki tahapan yang sudah ditentukan dan langkah-langkahnya jelas. Karena itu, kita mengetahui dengan sangat jelas apa yang kita inginkan, dan sarana yang kita gunakan untuk mencapai keinginan itu.”
Beliau berkata, “Bagaimana kita bisa sampai pada tujuan? Sesungguhnya, khotbah, ucapan, tulisan, pengajaran, ceramah, menganalisis penyakit dan menentukan obat, semua itu belum cukup dan tidak menjamin tercapainya tujuan. Para da’i juga tidak akan sampai pada tujuan itu. Tapi, dakwah ini memiliki beberapa sarana yang harus diambil dan diaplikasikan. Sarana umum bagi dakwah ini tidak pernah mengalami perubahan, tidak tergantikan, dan tidak beranjak dari tiga hal:
1.      iman yang kokoh
2.      pembentukan pribadi muslim yang jeli; dan
3.      amal yang berkesinambungan.
Beliau berkata, “Adapun tahapan-tahapan jenjang dalam tarbiyah, dan kejelasan langkah-langkah di jalan dakwah Ikhwanul Muslimin, itu karena mereka meyakini bahwa setiap dakwah harus memiliki tiga tahap: Pertama, promosi (di’ayah). Yakni, memperkenalkan dan menjelaskan fikrah yang ingin disampaikan kepada masyarakat sesuai dengan lapisan masyarakat. Kemudian tahap pembinaan (takwin), yakni memilih pendukung, mempersiapkan pasukan, dan menyiapkan barisan diantara mereka yang didakwahi. Terakhir adalah tahapan pelaksanaan (tanfizh), melaksanakan program untuk hak-hal yang bermanfaat, beramal, dan melakukan.
Hasan Al-Banna juga berkata, “Mungkin banyak orang bertanya-tanya, ‘Apakah dalam diri Ikhwan ada niat menggunakan kekuatan untuk merealisasikan keinginan dan mencapai tujuan mereka? Adapun tentang kekuatan, itu adalah syiar Islam yang ada di setiap aturan dan undang-undangnya. Tingkat pertama dari kekuatan adalah kekuatan akidah dan iman. Dilanjutkan dengan kekuatan persatuan dan persaudaraan, kemudian kekuatan fisik dan senjata. Sesungguhnya, Ikhwan memandang masalah ini dengan sangat hati-hati dan memperhitungkannya dengan matang. Kekuatan ini akan digunakan bila tidak ditemukan kekuatan lain, dan pada saat mereka percaya bahwa mereka telah menyempurnakan bekal iman dan persatuannya.”
C.  PENGENALAN (TA’RIF) DAKWAH
Tahap pengenalan ini sangat mendasar, sebab merupakan langkah awal dalam perjalanan dakwah. Setiap kesalahan atau penyimpangan yang terjadi dalam peringkat pengenalan dan pemahaman ini akan membawa akibat buruk dan menjadikan perjalanan dakwah terpeleset jauh dari garis edarnya.
Untuk memastikan umat Islam selalu berada di jalan Rasulullah, kita harus memahami Islam kembali dengan pemahaman yang benar, harus kembali memahami Al-Qur’an, Al-Hadist dan sirah angkatan muslimin pertama yang shahih dengan menjauhi segala kesalahan dan penyelewengan atau penyimpangan. Inilah yang dikehendaki oleh Hasan Al-Banna dan menjadikannya sebagai dasar Baiah pertama.
D.  PEMBINAAN (TAKWIN)
Tahapan ini berupa pemilihan kader-kader yang memiliki kesanggupan untuk berbuat dan memulai kehidupan Islam serta mendirikan negara Islam. Kader-kader ini dididik dengan pendidikan yang saling melengkapi baik secara spiritual, akal, maupun fisik sehingga mereka menjadi pasukan-pasukan yang bertanggungjawab terhadap agama ini dan berjuang untuk menegakkan bendera agama dan mendirikan negara agama ini.
Ikhwanul Muslimin meyakini tarbiyah adalah sarana untuk mencapai tegaknya kejayaan Islam. Bagi Ikhwanul Muslimin modal kita adalah pemuda, dan pemuda harus ditarbiyah untuk mencapai tujuan tersebut. Maka tarbiyah adalah trademark bagi jamaah Ikhwanul Muslimin. “Tarbiyah memang bukan segala-galanya, tetapi segala-galanya tak akan bisa diraih kecuali melalui tarbiyah” kata Dr. Musthafa Masyhur.
Tarbiyah memang menjadi fokus dari gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin. Tetapi tentu bukan melulu tarbiyah. Isu sentral gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin adalah menyeru kepada syumulliyatul Islam. Ikhwan meyakini bahwa Islam adalah sistem ajaran yang lengkap, menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, mater dan kekayaan alam, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar.
Dalam mentarbiyah anggotanya, jamaah mempergunakan beragam perangkat. Mulai dari yang umum hingga khusus dan secara bertahap telah tertera dalam perangkat tarbiyah Ikhwan. Keberagaman bentuk dan tahapan ini tidak lain sebagai upaya nyata akan perangkat-perangkat ideal dalam tarbiyah. Sesuai dengan data yang diambil dari sejarah Jamaah, perangkat-perangkat itu meliputi:
1.      Usrah
2.      Katibah
3.      Rihlah
4.      Mukhayyam atau Mu’asykar
5.      Daurah
6.      Nadwah, dan
7.      Muktamar
Masing-masing perangkat ini memiliki tujuan, etika, dan syarat rukunnya.
E.  TAHAPAN KETIGA: EKSEKUSI, AKSI DAN PRODUKSI
Tahapan ketiga adalah tahapan eksekusi, aksi, dan produksi. Yaitu langkah praktis yang akan menghasilkan buah yang sempurna bagi dakwah Ikhwanul Muslimin. Tahapan ini tidak akan membuahkan hasil kecuali setelah didahului oleh ta’rif dan takwin.
















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Pada hakekatnya tahapan-tahapan dakwah yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin ini adalah tahapan-tahapan yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw dalam dakwah pertamanya dan kemudian diikuti oleh para sahabatnya. Tahapan-tahapan ini adalah tahapan pengenalan, pembentukan, dan pelaksanaan. Ketiga tahapan dakwah ini membutuhkan waktu yang panjang, kesabaran dan ketabahan. Sikap yang berbahaya adalah sikap tergesa-gesa dan ceroboh, sikap spekulatif dan tidak melakukan studi atau perhitungan terhadap kondisi di sekitarnya sehingga akan menjadi hancur dan menghancurkan setiap yang orang yang berada di sekitarnya. Hasan Al-Banna berkata, “Aku telah berbicara kepada orang-orang yang memiliki semangat tinggi dari kalian agar menanti dan menunggu putaran zaman. Dan aku berbicara dengan orang-orang yang malas agar bangkit dan berbuat sebab jihad tak mengenal kata istirahat.”

Komentar

Postingan Populer